BAHAYA SOMBONG
Teks khutbah jumat berikut akan menjelaskan bahaya sombong yang kerapkali bercokol dalam hati kita. Sikap yang tak pantas kita miliki sebagai makhluk yang pastinya pernah melakukan kesalahan.
Khutbah I;
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيْمَانًا مَعَ إِيْمَانِهِمْ، اشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُو اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Pada kesempatan yang baik ini marilah kita panjatkan syukur kepada Allah Swt. atas berbagai karunia yang telah dan masih akan Allah berikan kepada kita semua dalam kehidupan ini. Syukur yang merupakan bagian dari rangkaian ketaqwaan kepada-Nya adalah suatu proses mendekatkan diri kepada Allah melalui nikmat-nikmat yang telah terlimpahkan kepada seorang hamba.
Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, kepada keluarganya dan kepada semua orang yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Hadirin jama’ah jum’ah yang berbahagia
Dalam sebuah mimpi, Abu Yazid al-Busthami (814-875 M) seorang tokoh sufi yang sangat taat kepada Allah bertemu dengan Tuhannya. Maka pada saat itulah dia bertanya kepada tuhannya:
“bimâ ataqarrabu ilaika rabbi..?”-dengan apa saya bisa mendekati-Mu wahai Tuhanku-,
lalu dalam mimpinya itu Tuhannya menjawab:
“uthruk nafsaka fa ta’alaita“-buang jauh- jauh sifat egomu, maka kamu pasti dekat denganKu-.
Jama’ah jum’ah yang berbahagia
Penggalan kisah yang dialami Abi Yazid tersebut menegaskan kepada kita semua bahwa sebagai makhluk yang lemah dan memiliki keterbatasan, tidak pantas bagi kita untuk memiliki sikap sombong, ujub, takabbur dan sifat-sifat lainnya yang menjadikan kita lupa diri. Karena semua sifat-sifat itu hanya akan menjadikan kita jauh dari Allah Swt., dan sebaliknya Allah pun akan semakin menjauh dari kita.
Sifat sombong hanya milik Allah dan kita tidak pantas untuk mengambil milik-Nya itu. Dalam berbagai literatur para ulama senantiasa menganjurkan kita untuk berusaha membuang sifat-sifat tercela tersebut dengan jalan membersihkan hati dan jiwa atau tazkiyatu an-nafs.
Proses pembersihan jiwa ini sangat perlu karena sebagai manusia yang memiliki potensi salah, lupa, sombong, ujub, bangga diri dan lain sebagainya, berbagai kesalahan dan dosa pasti selalu meliputi kita. Bahkan lebih tegas lagi dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim Rasulullah Saw. bersabda:
كُلُّ بَنِي أَدَمَ خَطَّاؤُوْنَ, وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُوْنَ.
“Semua anak Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat akan kesalahannya.”
Hadirin jama’ah jum’ah yang berbahagia
Saat ini coba kita renungkan, sudah berapa banyak kesalahan yang pernah kita lakukan terhadap orang lain. Sudah berapa banyak dosa yang telah kita lakukan dalam kehidupan ini. Kita perlu meng-evaluasi diri, boleh jadi kita justru sangat buruk perangai dengan tetangga, sangat jahat dengan teman sejawat. Suka menyakiti hati orang lain, baik dengan sengaja maupun tidak. Inilah yang mengharuskan kita untuk tazkiyatu an-nafs, karena dalam kehidupan ini masing-masing dari kita sedang menulis kisahnya sendiri-sendiri.
Suatu kisah yang akan terlukis sepanjang hayat dan yang akan kitab awa kelak ke hadapan Allah Swt. Setiap orang akan membeberkan ceritanya masing-masing, apakah itu sebuah cerita indah yang menyejukan ataukah itu cerita buruk yang menyedihkan.
Masing-masing dari kita harus bertanya pada diri sendiri, cerita indah apa yang ia lukiskan untuk hidup dan kehidupan ini.? Kisah indah apa yang telah ia gambarkan untuk hidup dan kemanusiaan ini.? Drama kehidupan apa yang akan ia bawa nanti kepada Allah.? Apakah drama yang menyejukan hati ataukah yang menyayat hati..?
Lalu cerita apa yang akan kita bawa nanti kepada Allah kala yaumul mahsyar, apakah kita hanya akan mampu membawa kisah perjudian yang akan menundukan kepala karena malu.? Apakah kisah perzinahan yang hanya akan mengundang kemurkaan Allah.? Ataukah cerita pembunuhan yang akan kita beberkan dihadapan-Nya.
Jama’ah jum’ah yang berbahagia
Inilah evaluasi yang harus kita lakukan untuk diri kita, keluarga kita, kelompok kita dan masyarakat kita. Ingatlah pesan Allah dalam surat Thâha ayat 108:
يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُوْنَ الدَّاعِى لَا عِوَجَ لَهُ, وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسَا.
“Pada hari itu semua manusia mendengar seruan dan tidak ada satu pun yang berbelok dari seruan itu, dan hanya ada suara yang Maha Pemurah yang terdengar, kalian tidak mendengar apa pun kecuali bisik-bisik.”
Setiap orang hanya bisa berbisik. Berbisik tentang ketakutannya, berbisik tentang dosanya, berbisik tentang kemaksiatannya dan lain-lain. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini marilah kita perbaiki niat kita, perbaharui amal ibadah kita dan juga membersihkan jiwa raga kita dari segala noda dan kotoran dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah swt.
Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan kepada kita semua. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُواهُ، إِنَّهُ هُوَ